FRUSTASI DAN AGRESIVITAS OLAHRAGA



KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “FRUSTASI DAN AGRESIFITAS DALAM OLAHRAGA”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah. Kami menyadari bahwa selama penulisan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:Dosen bersangkutan,teman-teman,serta OM GOOGLE kami yang telah membantu kami menyelesaikan makalah ini, serta teman-teman yang telah memotivasi kami untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal ini maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Makassar,  12 Oktober 2017
KELOMPOK X




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR-------------------------------------------------------------------------- i
DAFTAR ISI------------------------------------------------------------------------------------- ii
BAB I.   PENDAHULUAN
A. Latar Belakang------------------------------------------------------------------------ 1
B. Rumusan Masalah------------------------------------------------------------------- 2
C. Tujuan------------------------------------------------------------------------------------ 3
D. Manfaat ---------------------------------------------------------------------3
BAB II.  PENCEGAHAN MASALAH DALAM PENJAMINAN MUTU
A. Pengertian Frustasi ------------------------------------------------------------- 4
B. Reaksi-reaksi Frustasi yang sifatnya positif -------------------------------6
C. Reaksi-reaksi Frustasi yang sifatnya Negatif------------------------------- 7
D. Faktor-faktor Penyebab Frustasi --------------------------------------------- 12
E. Cara Penanggulan -------------------------------------------------------------- --13
F.  Pengertian Agresifitas ----------------------------------------------------------- 15
G. Perilaku Agresif dalam Olahraga ----------------------------------------- 18
H. Pengendalian Agresivitas dalam Olahraga ---------------------------- 21
I.   Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Agresivitas ------------------------ 23
J.  Mengurangi Agresivitas ------------------------------------------------------ 28
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan-------------------------------------------------------------------------- 31
B. Saran---------------------------------------------------------------------------------- 31
DAFTAR PUSTAKA----------------------------------------------------------------------   32

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sepanjang masa perkembangan dari lahir hingga dewasa, kebutuhan-kebutuhan seseorang tidak selalu dapat terpenuhi dengan lancar. Seringkali terjadi hambatan dalam pemuasan suatu kebutuhan, motif dan keinginan.Keadaan terhambat dalam mencapai tujuan dinamakan frustasi. Keadaan frustasi yang berlangsung terlalu lama dan tidak dapat diatasi oleh seseorang akan menimbulkan stres. Stres adalah suatu keadaan dimana beban yang dirasakan seseorang tidak sepadan dengan kemampuan untuk mengatasi beban itu.
Seseorang dapat melakukan bermacam-macam cara penyesuaian diri untuk mengatasi berbagai macam stres. Tiap orang mempunyai cara-cara penyesuaian diri yang khusus, yang tergantung dari kemampuan-kemampuan yang dimilki, pengaruh-pengaruh lingkungan, pendidikan dan bagaimana ia mengembangkan dirinya. Dalam menghadapi stres,seseorang dapat mengadakan penyesuaian diri secara efektif, yaitu mengarahkan tindakannya pada sasaran tertentu untuk mengatasi sebab-sebab stres.
Tindakan yang diambil orang yang mengalami stres kemungkinan hanya berfungsi melindungi diri terhadap kemungkinan disorganisasi.Tindakan-tindakan ini merupakan tingkah laku yang sifatnya defensif. Reaksi defensif  tidak diarahkan pada sumber stres sehingga menghabiskan energy secara tidak efisien. Reaksi defensif juga tidak objektif tetapi subjektif dan emosional (tidak rasional).Reaksi defensif terjadi secara otomatis atau tidak disadari.
Agresifitas adalah istilah umum yang di kaitkan dengan adanya perasaan –perasaan marah atau permusuhan atau tindakan melukai orang lain baik dengan tindakan kekerasan secara fisik, verbal maupun menggunakan ekpresi wajah dan gerakan tubuh yang mengancam atau merendahkan. Tindakan agresif pada umumnya merupakan tindakan yang di sengaja oleh pelaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Ada 2 tujuan utama agresif yang saling bertentangan satu dengan yang lain, yakni untuk membela diri di satu pihak dan di pihak lain adalah untuk meraih keunggulan dengan cara membuat lawan tidak berdaya. 
B.Rumusan masalah
1 Bagaimana pengertian frustasi dan cara menangani orang yang frustasi?
2.Bagaimana reaksi-reaksi frustasi yang sifatnya baik dan yang tidak baik?
3.Bagaimana pengertian agresifitas, perilaku agresifitas serta cara factor-faktor ?
C.Tujuan
1.Untuk mengetahui pengertian frustasi dan komponen-komponen apa saja yang terdapat dalam frustasi.
2.Untuk mengetahui penyebab stress dan bagaimana gejala orang yang mengalami frustasi.
3.Untuk mengetahui kaitan penyesuaian diri terhadap frustasi.


D.Manfaat
   1.Pembaca dapat memahami pengertian frustasi serta dapat menangani frustasi!
   2.Pembaca dapat reaksi-reaksi frustasi negative maupun yang positif!
   3.Pembaca dapat mengetahui pengertian agresifitas serta factor-faktor yang mempengaruhinya!

















BAB II

ISI
         A.Pengertian Frustasi
            Frustrasi berasal dari bahasa Latin frustratio, yaitu perasaan kecewa atau jengkel akibat terhalang dalam pencapaian tujuan. Frustasi dapat diartikan juga sebagai keadaan terhambat dalam mencapai suatu tujuan (Markam,2003). Frustasi merupakan suatu keadaan ketegangan yang tak menyenangkan, dipenuhi perasaan dan aktivitas simpatetis yang semakin meninggi yang disebabkan oleh rintangan dan hambatan.Frustrasi dapat berasal dari dalam (internal) atau dari luar diri (eksternal) seseorang yang mengalaminya. Sumber yang berasal dari dalam termasuk kekurangan diri sendiri seperti kurangnya rasa percaya diri atau ketakutan pada situasi sosial yang menghalangi pencapaian tujuan. Konflik juga dapat menjadi sumber internal dari frustrasi saat seseorang mempunyai beberapa tujuan yang saling berinterferensi satu sama lain. Penyebab eksternal dari frustrasi mencakup kondisi-kondisi di luar diri seperti jalan yang macet, tidak punya uang, atau tidak kunjung mendapatkan jodoh. Dalam hal hambatan, ada beberapa macam hambatan yang biasanya dihadapi oleh individu seperti :
·         Hambatan fisik : Kemiskinan, kekurangan gizi, bencana alam dan sebagainya.
·          Hambatan social : Kondisi perekonomian yang tidak bagus, persaingan hidup yang keras, perubahan tidak pasti berbagai aspek kehidupan.
·          Hambatan pribadi : Keterbatasan-keterbatasan pribadi individu dalam bentuk cacat fisik atau penampilan fisik yang kurang menarik bisa menjadi pemicu frustasi dan stress pada individu.
Seorang psikolog biasanya menggunakan istilah ini untuk :
Mengetahui keadaan yang timbul apabila terdapat halangan dalam usaha untuk memenuhi keinginan, kebutuhan tujuan, harapan atau tindakan tertentu.
Keinginan, kebutuhan, tujuan, harapan dan tindakan tiap orang berbeda-beda.Hal-hal tertentu mungkin membuat orang lai tidak demikian.Salah satu sebab yang membuat orang frustasi adalah rintangn fisik, pribadi dan sosial.Frustasi ini juga bisa menimbulkan dua kelompok diantaranya bisa menimbulkan situasi yang menguntungkan (positif) dan sebaliknya juga mengakibatkan timbulnya situasi yang destruktif merusak (negatif).Frustasi dengan demikian bisa memunculkan reaksi frustasi tertentu yang sifatnya bisa negatif dan positif.
          B.Reaksi-reaksi Frustasi yang sifatnya positif
   1.Mobilitas dan penambahan aktifitas
       Misalnya karena mendapat rintangan dalam usahanya, maka terjadilah pemanggilan rangsangan untuk memperbesar energy, potensi, kapasitas, sarana, keuletan dan keberanian untuk mengatasi semua kesulitan.Frustasi tersebut dengan demikian menjadi stimulus untuk memobilisir segenap energy dan tenaga hingga mampu menmbus setiap rintangan.
   2.Berfikir secara mendalam disertai wawsan jernih
       Setiap frustasi memang memberikan masalah, maka dari itu kejadian ini memaksa orang untuk melihat realitas dengan mengambil satu jarak untuk berfikir lebih objektif dan lebih mendalam agar dapat mencari jalan atau alternative penyelesaian lain.
   3.Regignation (tawakal, pasrah pada Tuhan)
       Menerima situasi dan kesulitan yang dihadapi dengan sikap yang rasional dan sikap ilmiah.Semua ini dilakukan jika kita mulai belajar menggunakan pola yang positif dalam menanggulangi setiap kesulitan sejak berusia masih sangat muda.
   4.Membuat dinamika nyata suatu kebutuhan
       Kebutuhan-kebutuhan bisa mengalami lenyap dengan sendirinya, karena sudah tidak diperlukan oleh seseorang dan sudah tidak sesuai lagi dengan kecenderungan serta aspirasi pribadi.
   5.Kompensasi atau subtitusi dari tujuan
        Kompensasi adalah usaha untuk mengimbangi kegagalan dan kekalahan dalam satu bidang, tapi sukses dan menang di bidang lainnya.Dan semua itu adalah jalan untuk menghidupkan spirit perjuangan yang agresif dan tidak mengenal rasa menyerah.
   6.Sublimasi
        Yaitu usaha untuk mengganti keceYaitu usaha untuk mengganti kecenderungan egoistic, nafsu seks animalistic, dorongan-dorongan biologis primitive dan aspirasi sosial yang tidak sehat dalam bentuk tingkah laku terpuji yang bisa diterima di masyarakat.
         C.Reaksi-reaksi Frustasi yang sifatnya Negatif
   1. Agresi
Yaitu kemarahan yang meluap-luap dan mengadakan penyerangan kasar karena seseorang mengalami kegagalan.Biasanya ada pula tindakan sadistic dan membunuh orang.Agresi ini sangat mengganggu fungsi intelegensi sehingga harga dirinya merosot.
   2.Regresi
Yaitu kembalinya individu pada pola-pola primitive dan kekanak-kanakan.Tingkah laku tersebut didorong oleh adanya rasa dongkol, kecewa ataupun tidak mampu memecahkan masalah.Tingkah laku di atas adalah ekspresi rasa menyerah, kalah, putus asa dan mental yang lemah.
   3.Fixatie
Merupakan suatu respon individu yang selalu melakukan sesuatu yang bentuknya stereotype, yaitu selalu memakai cara yang sama. Semua itu dilakukan sebagai alat pencapaian tujuan, menyalurkan kedongkolan ataupun alat balas dendam.
         4.Pendesakan dan komplek-komplek terdesak
Pendesakan adalah usaha untuk menghilangkan atau menekankan ketidak sadaran beberapa kebutuhan, pikiran-pikiran yang jahat, nafsu-nafsu dan perasaan yang negatif.Karena didesak oleh keadaan yang tidak sadar maka terjadilah komplek-komplek terdesak yang sering mengganggu ketenangan batin yang berupa mimpi-mimpi yang menakutkan, halusinasi, delusi, ilusi, salah baca, dll.

         5.Rasionalisme
Adalah cara untuk menolong diri secara tidak wajar atau taktik pembenaran diri dengan jalan membuat sesuatu yang tidak rasionaldengan tidak menyenangkan.
         6.Proyeksi
Proyeksi adalah usaha melemparkan atau memproyeksikan kelemahan sikap-sikap diri yang negatif pada orang lain.
         7.Tehnik anggur masam
Usaha memberikan atribut yang jelek atau negatif pada tujuan yang tidak bisa dicapainya.
         8.Tehnik jeruk manis
Adalah usaha memberikan atribut-atribut yang bagus dan unggul pada semua kegagalan, kelemahan dan kekurangan sendiri.
         9.Identifikasi
Adalah usaha menyamakan diri sendiri dengan orang lain. Semua itu bertujuan untuk memberikan keputusan semu pada dirinya.
         10.Narsisme
Adalah perasaan superior, merasa dirinya penting dan disertai dengan cinta diti yang patologis dan berlebih-lebihan.Orang ini sangat egoistis dan tidak pernah peduli dengan dunia luar.
       

         11.Autisme
Ialah gejala menutup diri secara total dari dunia nyata dan tidak mau berkomunikasi lagi dengan dunia luar yang dianggap kotor dan jahat, penuh kepalsuan dan mengandung bahaya yang mengerikan. Maka bila tingkah laku yang demikian dijadikan pola kebiasaan akan mengakibatkan bertumpuknya kesulitan hidup, makin bertambah konflik-konflik batin yang kronis lalu terjadilah disintregasi kepribadian.
Frustasi timbul dikarenakan merasa gagal tidak dapat mencapai suatu yang diinginkan. Setiap atlet menginginkan kepuasan yaitu itu menang; dan apabila itu tidak terwujud, maka dapat menimbulkan frustasi.
Frustasi dapat terjadi pada atlet yang mempunyai sifat pesimis maupun pada atlet yang memiliki sifat optimis yang sangat tinggi. Atlet yang mempunyai sifat pesimis dapat dikatakan “kalah sebelum berperang” karena atlet yang memiliki sifat pesimis ini mudah terkena frustasi sehingga mengalami kegagalan sedikit saja, diangapnya sebagai kegagalan yang akan terjadi dialami seterusnya.
Sedangkan apabila atlet memiliki sifat optimis yang sangat tinggi (over confidence) maka akan sangat mudah mengalami frustasi. Kegagalan yang dialaminya akan membuat atlet tersebut kecewa serta kehilangan keseimbangan emosi.

Frustasi adalah suatu harapan yang diinginkan dan kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan.Misalnya putus pacar, perceraian, masalah kantor, masalah sekolah atau masalah yang tidak kunjung selesai. Frustasi inipun terjadi juga bila tujuan yang dicapai mendapatkan rintangan.Frustasi memiliki dua sisi.
           1.Frustasi adalah fakta tidak tercapainya harapan yang diinginkan.
           2.Frustasi adalah perasaan dan emosi yang menyertai fakta tersebut.
Pada contoh diatas adalah fakta mendapatkan nilai jelek di sekolah dan mendapat marah oleh bos dalam kesalahan di kantor. Perasaan dan emosi yang muncul adalah kesal, marah dan perasaan-perasaan lainnya yang mungkin muncul.
Akibat dari frustasi bisa munculkan gejala-gejala ketubuhan yang disebut psikosomatis.
Bayangkan anda mendapatkan nilai atau penghargaan yang tidak sesuai dengan yang anda harapkan, padahal anda sudah berusaha dengan sebaik mungkin. Seumpama anda mendapat nilai D pada ujian akhir. Ini tidak hanya terjadi sekali saja, tetapi telah beberapa kali. Anda lalu menjadi kesal bahkan marah atau muncul perasaan-perasaan lainnya. Pada malam harinya anda tidak bisa tidur. Segudang pemikiran muncul, berputar-putar silih berganti, mulai mencari sebab-sebab kegagalan, upaya mencari jalan lain supaya lebih berhasil sampai pada pemikiran-pemikiran buruk. Sehingga nantinya akan terlintas jalan pintas dan lain sebagainya. Anda mencoba untuk mengusir pemikiran-pemikiran tersebut tapi tetap saja tidak bisa dan akhirnya anda jatuh tidur karena memang betul-betul kecapaian. Pada pagi harinya anda bangun dengan tubuh yang kurang segar karena susah tidur. Selama siang hari perasaan maupun tubuh anda akan terasa tidak enak. Sekali-kali akan teringat mengenai kegagalan pada hari sebelumnya dan itu akan muncul dan mengganggu.

Namun selain contoh diatas ada juga contoh frustasi yang berakibat agresi karena frustasi yang dialami melahirkan reaksi kemarahan. Tindakan agresi diambil apabila individu merasa lebih kuat dari lawannya. Sebalinya bila individu merasa lemah, maka biasanya tindakan yang diambil ketika terjadi frustasi adalah menghindar atau melarikan diri.
       D.Faktor-faktor Penyebab Frustasi
   Frustasi disebabkan oleh beberapa faktor,yaitu:
   1.kegagalan dalam bertanding
   2.tidak bisa mencapai keinginannya
   3.sifat-sifat individu dan pengalaman hidupnya
   4.lawan yang tangguh atau memang diatas kemampuan dirinya
   5.petugas lapangan yang bertindak berat sebelah

        E.Cara Penanggulan
Teknik-teknik untuk mengatasi atau setidaknya mengurangi frustasi yaitu sebagai berikut:
  1.Teknik Intervensi
           Konsentrasi (Pemusatan perhatian)
Cara ini pertama-tama menyingkirkan aneka ragam pikiran yang mengganggu atlet dan hanya memusatkan seluruh perhatian dan pikiran pada tugas yang sedang dihadapi. Memang ada atlet yang mampu dengan cepat menghalau berbagai pikiran yang mengganggu perhatian dan konsentrasinya pada pertandingan yang sedang dihadapinya, namun tidak sedikit atlet yang begitu lama termakan oleh gangguan pikirannya.
          Pengaturan pernapasan
Pada orang yang mengalami ketegangan atau kecemasan serta respirasi akan meninggi. Keadaan seperti ini dapat diatasi dengan pernapasan yang dalam dan pelan, sehingga irama pernapasan yang semula cepat atau meninggi secara berangsur-angsur melambat atau menurun. Mengatur pernapasan juga merupakan usaha penenangan diri.
          Relaksasi otot secara progresif
Caranya adalah melakukan kontraksi otot secara penuh kemudian dikendurkan. Latihan ini dilakukan secara berulang-ulang selama kurang lebih 60 menit. Bila otot-otot telah mencapai keadaan rileks yang sungguh-sungguh, maka keadaan ini akan mengurangi ketegangan emosional juga menurunkan tekanan darah serta denyut nadi. Karenanya pada saat-saat tengan, orang sedapat mungkin memusatkan perhatiannya pada relaksasi otot dengan cara seperti diatas (S. horn;1986)
  2. Mencari sumber stress, kecemasan dan prustasi itu sendiri.
Disini peran pelatih besar sekali. Hubungan hati-kehati antara atlet dan pelatih akan memungkinkan pelatih mengorek apa yang sebenarnya sedang dialami oleh atlet. Demikian atlet juga akan dengan terbuka menceritakan apa yang sedang dialami.
  3.Pembiasan/berlatih
Cara ini dimaksudkan untuk melatih atlet menghadapi situasi-situasi yang bisa timbul dalam pertandingan. Bentuk pelatihan pembiasaan adalah dengan simulasi. Yaitu dalam latihan sengaja diabut situasi yang dapat menimbulkan ketengangan dalam batas-batas tertentu. Dengan cara ini atlet tidak lagi peka (sensitif) terhadap pengaruh lingkungan.
  4.Teknik-teknik khusus.
Penanganan ketegangan dengan menggunakan teknik khusus itu lebih menekankan pada pendekatan individual, misalnya;
             Melalui music yang menjadi kegemaran atlet yang sedang mengalami ketegangan atau kecemasan.
             Menanamkan dan memperkuat keyakinan atlet bahwa persiapan yang mereka lakukan sudah mantap dan menyeluruh.
             Menjauhkan atlet dari official yang pencemas.
           Menjelaskan kepada atlet bahwa ketegangan/kecemasan dalam pertandingan adalah wajar. Bahkan dalam batas-batas tertentu hal itu memang diperlukan.



        F.Pengertian Agresifitas
Agresifitas adalah istilah umum yang di kaitkan dengan adanya perasaan –perasaan marah atau permusuhan atau tindakan melukai orang lain baik dengan tindakan kekerasan secara fisik, verbal maupun menggunakan ekpresi wajah dan gerakan tubuh yang mengancam atau merendahkan. Tindakan agresif pada umumnya merupakan tindakan yang di sengaja oleh pelaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Ada 2 tujuan utama agresif yang saling bertentangan satu dengan yang lain, yakni untuk membela diri di satu pihak dan di pihak lain adalah untuk meraih keunggulan dengan cara membuat lawan tidak berdaya. 
Agresifitas yang wajar. Tidak setiap tindakan agresif merupakan perilaku yang bermasalah.Agresif mungkin muncul sebagai pelampiasan perasaan marah dan frustasi. Bila agresifitas muncul karena kondisi psikologis yang bersifat temporer dan dipahami berdasarkan konteks situasi yang dihadapi anak maka itu merupakan tindakan yang masih bisa diterima. Justru ketidakmampuan seorang anak untuk mengekspresika dorongan agresif pada situasi-situasi tertentu merupakan indikasi adanya permasalahan perkembangan pada dirinya. Mungkin itu merupakan akibat dari mekanisme hambatan yang berlebihan yang secara psikologis tidak terlalu sehat untuk perkembangan selanjutnya.  Agresifitas yang tidak wajar. Namun ada kecenderungan agresifitas yang bersifat menetap pada anak tertentu. Secara umum kecenderungan ini menandakan kepribadian yang agresif. Ini menandakan kepribadian yang agresif merupakan perkembangan kepribadian. Dampak negatif pada diri sendiri dan pada lingkungan cukup serius. 
Individu yang memiliki emotional instability yang tidak mudah marah, mudah benci, mudah kecewa, mudah bingung, mudah kesal, dsb. Karena emosinya mudah terombang ambing, maka gejala emosional tersebut akan mengganggu fungsi jiwa yang lain. Sebagaimana diketahui bahwa jiwa kita merupakan kesatuan yang organis, dimana sumber kemampuan jiwa yang satu dapat mempengaruhi sumber kemampuan jiwa yang lain. Karena itu goncangan emosional akan mempengaruhi pertimbangan akal, sehingga individu tersebut akan bertindak tidak sesuai dengan akal sehat.
Individu yang menunjukkan gejala kematangan emosional atau “emotional maturity ” dapat meredam goncangan-goncangan emosional sehingga dapat tenang, dan dapat menjalankan fungsi akalnya dengan baik.Secara umum, individu yang memiliki kemarahan tinggi tiga kali lebih mungkin untuk mengembangkan angina atau serangan jantung dibandingkan orang yang memiliki kemarahan rendah, bahkan setelah pengaruh berisiko seperti faktor genetik, alkohol, berat badan, kolesterol, hipertensi dan merokok diperhitungkan pada rendah -kemarahan individu. Hal ini mencerminkan pengalaman banyak psikolog dan dokter yang menemukan korelasi langsung antara risiko kesehatan secara keseluruhan dan kemarahan intens. Secara umum, individu yang memiliki sikap bermusuhan berisiko tinggi menderita penyakit lain juga. Hal ini terjadi karena alasan seperti kesenangan untuk perilaku berisiko dan peningkatan aktivitas biologis ketika sangat marah dan mengalami dukungan sosial yang rendah.
Suasana kompetisi dan kelas pendidikan jasmani dan olahraga kerap kali menjadi media potensial yang mendorong perilaku terjadinya perilaku agresif. Perilaku ini dalam kadar yang sesuai sangat perlu dimiliki oleh para pemain untuk dapat memenangkan pertandaingan misalnya pertnadingan sepak bola, tinju dan lain-lain. Tetapi jika berlebihan dan tidak terkendali dapat menjurus pada tindakan-tindakan yang tidak diinginkan, berbahaya, mencederai lawan, melanggar peraturan, tidak fair play, bahkan dapat berakibat fatal. Tindakan agresif tidak sama peluangnya pada setiap cabang olahraga dan setiap atlet.
Beberapa rekomendasi untuk upaya mengendalikan agresifitas antara lain :
         a.Teknik time out.
         b.Memberikan pemahaman dan contoh perilaku non agresif sebagai metode    konstruktif untuk memecahkan masalah.
         c.Menciptakan atau mendesain lingkungan belajar atau lingkungan latihan yang kondusif.
        d.Memberikan latihan empati.
        G.Perilaku Agresif dalam Olahraga
Orang yang agresivitasnya kurang terkontrol kemungkinan lebih besar melakukan tindakan kriminal kekerasan, karena ia tidak bimbang melakukan kekerasan pada waktu marah. Dalam upaya memahami agresivitas, Worchel dan Cooper (1970) mengemukakan kasus Charles J. Whitman pada usia 12 tahun ia adalah pandu garuda, kemudian menjadi pitcher time base ball disekolah gereja dimana dia bergabung. Ia dikenal sebagai pemuda yang menyukai anak-anak kemudian menjadi mahasiswa jurusan teknik arsitektur. Dilaporkan oleh majalah Newsweek, pada tanggal 5 Agustus 1966. Ia telah membantai 13 orang dan melukai 31 orang di menara Universitas Texas dengan senjata revolver sebelum ditembak oleh polisi. Whitman sebelumnya telah membunuh isteri dan ibu kandungnya.
 Perlu diketahui bahwa Whitman dibesarkan dalam keluarga yang diliputi situasi penuh ketegangan, Ayahnya seorang perfeksionis, dan berdisiplin serta selalu menuntut anaknya mengerjakan sesuatu yang besar, serta tidak jarang member hukuman apabila anaknya tidak menurut. Dari kasus diatas bias dilihat bahwa Whitman memiliki kepribadian yang agresivitasnya selalu dikontrol dengan ketat, dapat diduga bahwa ia selalu mengontrol tingkah laku namun selama itu rasa marah dan kecewa terus berkembang dalam dirinya sehingga tidak terkendali dan akhirnya meledak yaitu dalam bentuk tindakan ekstrim berupa kekerasan.

Lebih lanjut Worchel dan Cooper membedakan dua tipe kepribadian yaitu (1) yang agresifitasnya kurang terkontrol dan (2) yang agresivitasnya selalu dikontrol dengan ketet.ipe kepribadian yang agresivitasnya kurang terkontrol menunjukkan kurangnya larangan terhadap pengungkapan tingkah laku agresif dan kecenderungan untuk mengadakan respons terhadap frustasi dan tindakan agresif. Tipe kepribadian yang agresivitasnya selalu dikontrol ketat, menunjukkan adanya kontrol yang ekstrim kuat terhadap pengungkapan agresivitas dalam berbagai kondisi.  
Tindakan agresif cenderung terjadi pada situasi yang tidak seimbang atau berlawanan. Pada atlet umumnya terikat pada beberapa kelompok social, seperti keluarga, sekolah, teman latihan, teman bergaul dan sebagainya. Tindakan agresif akan tertuju pada orang yang tidak disenangi atau yang berlawanan. Misalnya atlet dimarahi oleh pelatihnya dia tidak berani melawan pelatihnya tetapi dia akan bertindak agresif dengan menyerang temannaya atau lawannya.
Pemain yang agresif pada situasi tertentu sangat diperlukan untuk dapat memenangkan pertandingan. Seperti dalam sepak bola, bela diri dan sebagainya. Tetapi sifat-sifat agresif tersebut apabila tidak terkendali justru dapat menjerumuskan dan mengarah pada tindakan-tindakan berbahaya misalnya melukai lawan, melanggar peraturan serta mengabaikan sportivitas.Niat untuk menyerang secara agresif tidak disertai rasa marah. Tindakan agresif demikian jelas bukan disebabkan oleh karena frustasi. Tindakan agresif yang bukan karena frustasi diantaranya dapat terjadi berupa gejala-gejala :
         1.Tindakan agresif instrumental ialah Tindakan agresif yang tidak disertai rasa marah.
         2.Tindakan agresif karena meniru, misalnya tindkan agresif karena meniru tokoh gangster yang suka menyerang dan melukai orang lain.
         3.Tindakan agresif atas dasar perintah, sering terjadi dalam olahraga bela diri misalnya karena inisiatif menyerang akan mendapat penilaian lebih dari wasit.
         4.Tindakan agresif dalam hubungannya dengan peran sosial, dapat dilihat pada tindakan agresif yang dilakukan penjaga keamanan yang harus bertindak tegas  dan jika perlu dengan kekerasan.
          5.Tinddakan agresif karena pengaruh kelompok, pengaruh penonton atau tim juga dapat merangsang dan menimbulkan gejala agresif. Tindakan agresif pemain karena pengaruh penonton sering terjadi. Hal ni dapat dilihat bagaimana tindakan dia sebagai bagian dari kelompok dan tindakan dia manakala dia bertindak sendiri.
Dari uraian tersebut maka dapat dikemukakan bahwa tindakan agresif seseorang atau atlet tidak harus dihubungkan dengan gejala frustasi. Kita membutuhkan pemain yang agresif untuk dapat memenangkan suatu pertandingan. Oleh karena itu, menjadi kewajiban pembina dan pelatih untuk memanfaatkan sifat-sifat agresif dari atletnya sehingga dapat tersalur dan terarah sesuai dengan aktivitas olahraga yang diikutinya.

        H.Pengendalian Agresivitas dalam Olahraga 
Sifat agresif yang dimiliki pemain yang juga memiliki kesetabilan emosional, disiplin, rasa tanggung jawab yang besar, tidak akan menjadi masalah dalam pengarahannya. Pelatih dapat menyiapkan atlet tersebut untuk bermain agresif dengan tidak perlu khawatir bahwa ia akan melukai lawan dan bertindak desttruktif dalam upaya untuk mencaoai tujuan atau memenangkan pertandingan. Dengan memberikan dorongan, pemberian stimulus yang positif dan sebagainya. Atlit akan bermain agresif tanpa mengalami frustasi.
Bertitik tolak dari “social-learning Theory”yaitu pemain akan meniru dan belajar dari pengalaman pemain lainnya maka pelatih harus menyiapkan pemain dengan petunjuk dan langkah praktis sebagai berikut :
          1.Anjuran untuk bermain agresif harus terarah, kapan da bagaimana cara yang tepat agar tidak menimbulkan hal-hal negative dan melukai lawan.
         2.Bermain agresif harus disertai peningkatan penguasaan diri agar dapat selalu                          mengontrol diri sendiri.
         3.Bermain agresif harus disertai disiplin dan rasa tanggung jawab, yaitu selalu mematuhi peraturan dan tunduk pada keputusan wasit serta dapat mempertanggungjawabkan tindakannya.
    4.Perlu adanya pemberian penghargaan bagi mereka yang bertindak agresif tetapi tidak melukai lawan, memelihara sportivitas dan sebaliknya berikan hukuman apabila berusaha melukai lawan atau tindakan tercela dan melanggar peraturan.
Dalam upaya mengendalikan tindakan kekerasan atau agresivitas yang menyimpang, dikemukakan Richard H. Cok sebagai berikut :
         1.Atlet-atlet mudah harus sudah diberi pengetahuan tentang contoh tingkah laku non agresif, penguasaan diri, dan penampilan yang benar.
         2.Atlet yang terlibat tindakan agresif harus dihukum. Harus disadarkan bahwa tindakan agresif dengan melukai lawan adalah tindakan yang tidak dibenarkan.
          3.Pelatih yang memberi kemungkinan para atlet terlibat dengan kekerasan  harus ditelitih dan harus dipecat dari tugasnya sebagai pelatih.
         4.Pengaruh dari luar yang memungkinkan terjadinya tindakangan kekerasan dilapangan pertandingan harus dihindari.
         5.Para pelatih dan wasit didorong dan dianjurkan untuk menghindari lokakarya-lokakrya yang membahas tindakan agresif dn kekerasan.
         6.Disamping hukuman terhadap tindakan agresif dengan kekerasan atlet harus didorong secara positif meningkatkan kemampuan bertindak tenang menghadapi situasi-situasi emosional.
          7.Penguasaan emosi menghadapi tindakan agresif dengan kekerasan harus dilatih secara praktis antara lain melalui layihan mental
         I.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Agresivitas
  1.Sosial
Frustasi, terhambatnya atau tercegahnya upaya pencapaian tujuan kerap menjadi penyebab agresi. Tetapi agresi tidak selalu muncul karena frustasi. Manusia, misalnya petinju dan tentara, dapat melakukan agresi karena alasan lain. ( Miller dalam Sarlito, 2009:152) Provokasi verbal atau fisik adalah salah satu penyebab egresi. Contohnya, kasus Zinedine. Manusia cenderung untuk membalas denga derajat yang sama atau sedikit lebih tinggi daripada yang diterimanya ( balas dendam ). Menyepelekan dan sombong adalah prediktor yang kuat bagi munculnya agresi (Sarlito, 2009).
Faktor sosial lainnya adalah alkohol (Baron dan Byrne, 2003). Kebanyakan hasil penelitian yang terkait dengan konsumsi alkohol menunjukkan agresivitas. Misalnya, kawasan Timur Indonesia mencatat banyak kekerasan, khususnya di Manado. Mengungkapkan bahwa masyarakat menehag ke atas yang emngkonsumsi alkohol tidak selalu menunjukkan agresivitas, tetapi pada masyarakat ekonomi rendah sebaliknya. Mereka melakukan tindakan kekerasan, menghadang mobil, memalak, melempari rumah dengan betu, dan sebagainya. Akan tetapi dilakukan secara kolektif, karena bentuk kebudayaan mereka yang berkumpul-kumpul.


        2.Personal
Pola tingkah laku berdasarkan kepribadian ada dua pola agresi berdasarkan kepribadian (Sarlito, 2009):
   a.Hostile aggression merupakan agresi yang bertujuan untuk melukai atau menyakiti korban, yang melakukan pola ini biasanya adalah orang-orang dengan karakter terburu-buru dan kompetitif.
       b.Instrumental aggression, yaitu tingkah laku agresif yang dilakukan karena ada tujuan utama dan tidak di tujukan untuk melukai atau menyakiti korban. Yaitu mereka yang mempunyai karakter sabar, kooperati, nonkompetisi, dan nonagresif, cenderung melakukan.
Hal dasar lain yang harus diperhatikan adalah narsissm, bahwa orang narsis memiliki tingkat agresif yang lebih tinggi (Bushman, dalam Sarlito, 2009:153). Demikian juga dengan  perbedaan pada jenis kelamin. Diungkapkan bahwa lelaki lebih agresif daripada perempuan (Haris dalam Sarlito, 2009:154). Sedangkan pada anak perempuan agresivitas diwujudkan secara tidak langsung.

        3.Kebudayaan
Lingkungan geografis, seperti pesisisr/pantai, menunjukkan karakter lebih keras dari pada masyarakat yang hidup di pedalaman. Nilai dan norma yang mendasari tingkah laku masyarakat juga berpengaruh terhadap agresivitas suatu kelompok.
        4.Situasional
Penelitian terkait dengan cuaca dan tingkah laku menyebutkan bahwa ketidaknyamanan akibat panas menyebabkan kerusuhan dan bentuk agresi lainnya (Harries dalam Sarlito, 2009:155).
        5.Sumber Daya
Manusia senantiasa ingin memenuhi kebutuhannya. Daya dukung alam terhadap kebutuhan manusia tak selamanya mencukupi, sehingga perlu upaya lebih untuk memnuhi kebutuhan. Dua kemungkinan besar yang dapat dilakukan adalah mencari sumber pemenuhan kebutuhan lain dan mengambil paksa dari pihak yang memiliknya (Sarlito, 2009)
        6.Media Massa
Khusus untuk media massa televisi yang merupakan media tontonan dan secara alami mempunya kesempatan lebih bagi pemirsanya untuk mengamati apa yang disampaikan dengan jelas. Sesuai dengan teori bandura, pemirsa melakukan pengamatan atas kekerasan dan meningkatkan agresifitas setelah itu (Sarlito, 2009)
Penelitian oleh Tiffany, dkk (2008)  juga menyimpulkan bahwa orang yang menonton sebagian besar program dengan gambar pertempuran atau yang kekerasan juga akan mendapatkan kesulitan di sekolah lebih dari tiga kali dalam setahun. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang menyaksikan kekerasan di televisi sebagai dapat mempengaruhi tindakan agresif dalam cara yang negatif.
  7.Kekerasan Rumah Tangga
Anak-anak menjadi rentan terhadap kekerasan karena posisi sosialnya dalam masyarakat yang tergantung pada orang tua. Kekerasan dalam rumah tangga banya kterjadi pada anak-anak dan perempuan. Setidaknya kekerasan pada perempuan dibagi menjadi tiga golongan, yaitu pelecehan seksual, kekerasan seksual, dan pemerkosaan (Sarlito, 2009) Dalam prespektif biologis, prilaku agresif didasarkan oleh kedua hal berikut ini:
     
         a.Hormon
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen dan testosteron. Secara kebetulan hormon ini terdapat paling banyak pada laki-laki. Penilitian longitudinal baru-bari ini terhadap 96 remaja pria 12 hingga 21 tahun, menemukan bahwa mereka yang memiliki catatan kriminal lebih tinggi dalam kadar testosteronnya pada usia 16 tahun ( Bokhven dalam Laura, 2012:194).
Tingkat testosteron yang lebih tinggi juga dikaitkan dengan tingkat agresi yang lebih tinggi dan perilaku kenakalan yang dilaporkan sendiri. Tingkat testosteron dipengaruhi oleh prilaku dan pengalaman; dengan demikian, perilaku dengan cara yang agresif dapat meningkatkan testosteron seseorang (Sarlito,2009).
Dalam penelitian lain, subjek penelitian dapat dianggap agresif bahkan jika mereka tidak terlibat langsung. Misalnya, mereka tidak benar-benar memukul muka seseorang. Setiap individu mempunyai kesempatan untuk “ agresif “ terhadap orang lain, dengan memberikan seseorang ledakan suara yang keras, menyiapkan sengatan listrik yang ringan, atau memberi dosis saos cabe yang besar pada makanan seseorang ( Laura,2012).
         b.Otak 
Bagian dari otak disebut hipotalamus terkait dengan tingkah laku agresi. Hipotalamus adalah bagian kecil dari otak yang terletak di bawah otak. Berfungsi untuk menjaga homeostatis serta membentuk dan mengatur tingkah laku vital, seperti makan, minum, dan hasrat seksual. Sebuah penilitian oleh Albert ( dalam Sarlito,2009;150 ) menemukan bahwa tumor yang tumbuh di bagian hipotalamus memicunya.
Sebuah otopsi mengungkapkan sebuah tumor di dalam sistem limbik otak Withman, suatu wilayah yang dikaitkan dengan emosi, mendorong reaksi ia untuk memanjat ke puncak menara kampus, lalu membunuh 15 orang dan kemudian bunuh diri.Dalam situasi lainnya, sebuah elektroda ditanamkan pada amigdala seorang pasien kejiwaan yang lembut. Segera setelah arus listrik merangsang amigdala, perempuan tersebut menjadi kasar. Ia berteriak , menggeram, dan memukul-mukul ( King dalam Laura,2012:194)

        J. Mengurangi Agresivitas
Sebagai manusia, peluang utuk mengendalikan agresi sangatlah ada. Hal ini mungkin karena manusia memiliki fungsi-fungsi kognisi yang lebih baik dari hewan. Berikut beberapa cara mengatasi agresivitas menurut Sarlito (2009):
      1.   Pengamatan tingkah laku yang baik
Keterpaparan seseorang dari agresivitas melalui televisi sangat banyak. Jika televisi banyak menampilkan teladan-teladan yang baik, maka dapat memberikan gambaran kegiatan non-agresi. Pemilihan tontonan untuk anak dan bimbingan orang tua sekiranya perlu dilihat peruntukan acara tersebut, seperti BO adalah untuk bimbingan orang tua.
      2.    Hukuman
Sejarah manusia mencatat lebih banyak hukuman sebagai cara penanganan atas agresivitas. Hal ini bisa dilihat mulai dari agresivitas yang dilakukan individu hingga oleh institusi Negara. Pada individu, pelaku melakukan kekerasan seperti pemerkosaan dan pembunuhan akan dihukum hukuman penjara atau hukuman mati. Namun tetap saja agresivitas muncul. Hal yang paling penting dalam penggunaan hukuman adalah hukum harus jelas dan segera mungkin mengikuti agresivitas yang dilakukan. Hukuman yang diberikan haruslah amat keras sehingga mengurangi kemungkinan pengulangan oleh pelaku.
      3.    Katarsis
Katarsis adalah upaya untuk menurunkan rasa marah dan kebencian dengan cara yang lebih aman sehingga mengurangi bentuk agresivitas yang sekiranya akan muncul. Umumnya katarsis berupa kegiatan fisik yang menguras tenaga seperti olahraga, atau menonton film laga. Namun agresi bisa muncul jika adanya provokasi.
      4.   Kognitif
Ketika seseorang melakukan kesalahan pada orang lain, maka tak ayal jika orang lain yang dizalimi akan marah. Namun, bagaimana dengan seseorang yang dizalimi bisa memaafkan. Hal ni bisa terjadi ketika kognisi orang yang dizalimi diisi dengan informasi bahwa perlunya memaafkan orang yang menzalimi. Memaafkan tentunya dengan tulus dan ikhlas. Hal ini bisa mengurangi agresivitas
      5.   Penguatan
Pada sebuah penelitian (Cole & Cole dalam Mayang, 2011) terhadap agresi anak usia pra sekolah, penanganan perilaku agresif lebih efektif dengan memberikan penguatan pada anak yang berprilaku non-agresif atau perilaku kooperatif dengan memberikan perhatian, baik berupa waktu bermain lebih, memberikan mainan, atau yang lainnya, serta mengabaikan anak yang menunjukkan perilaku agresif.
Mayang (2011)  dalam penelitiannya, mengajukan penguatan tersebut dalam bentuk potongan gambar senyum bintang. Gambar bintang berekspresi senyum akan diberikan pada anak yang dapat menjalankan ketentuan yang telah ditetapkan, yakni tidak berprilaku agresif.


Komentar

  1. Berita Olahraga terupdate seputar Olahraga Sepak Bola Tim Manchester United
    Gabung bersama Fans MU Ikuti terus Update Setiap Harinya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah evaluasi penjas

EMOSI DAN OLAHRAGA